Kemampuan Bahasa Inggris Berhubungan Dengan Daya Saing Sebuah Negara?
TEMPO.CO, Jakarta -
Daya saing sebuah negara ditentukan oleh berbagai faktor, di antaranya
level pendidikan rata-rata, etos kerja, sumber daya alam, kekuatan
ekonomi, budaya inovasi dan juga konsumsi domestik. Kita menyaksikan
bagaimana negara-negara dengan budaya inovasi tinggi, seperti Amerika
Serikat, Inggris, Jepang, Korea Selatan atau negara-negara Skandinavia
dan Eropa Barat selalu memainkan peran aktif di percaturan perekonomian
dunia. Selain itu, kita juga menyaksikan bagaimana negara-negara dengan
etos kerja yang tinggi, seperti Singapura, Jepang, Korea Selatan,
Taiwan, dan Cina juga selalu diperhitungkan dalam persaingan bisnis
dunia. Di saat krisis, negara-negara dengan konsumsi domestik yang
tinggi seperti Cina, Brasil, Indonesia, Rusia, India, dan Amerika
Serikat terlihat relatif lebih tahan guncangan atau setidaknya memiliki
kemampuan lebih cepat untuk bangkit.
Dari semua kriteria
tersebut, konsumsi domestik adalah sesuatu yang sulit dikejar karena
berhubungan dengan jumlah dan daya beli penduduk, sedangkan etos kerja
selalu berhubungan dengan budaya dan mentalitas penduduk yang juga
relatif tidak mudah dikejar. Satu hal yang relatif lebih mudah
diusahakan adalah tingkat pendidikan yang pada akhirnya juga
berkontribusi terhadap kemampuan daya saing dan inovasi.
Salah
satu faktor yang membatasi kesempatan sebuah negara untuk mendapatkan
pendidikan yang baik, selain tingkat ekonomi, adalah kemampuan berbahasa
Inggris yang baik. Harus disadari, Indonesia masih kekurangan buku-buku
akademis dan praktis yang baik yang bisa membantu meningkatkan
pengetahuan dan kemampuan seseorang. Kemampuan berbahasa Inggris yang
kurang baik juga membatasi penduduk sebuah negara untuk bisa mengakses
pendidikan yang baik yang disediakan secara gratis di berbagai negara
melalui berbagai program beasiswa.
Lebih lanjut lagi, sebuah survei EPI (English Proficiency Index)
yang dilakukan oleh EF, institusi pendidikan bahasa Inggris terbesar di
dunia yang dilakukan di 54 negara di lima benua terhadap lebih dari 1,7
juta orang, menemukan bahwa negara-negara yang masih bergelut dengan
krisis adalah mereka yang memiliki kemampuan berbahasa inggris tidak
terlalu baik. Italia, Spanyol dan Portugal yang kini sedang kesulitan
bergelut untuk keluar dari krisis adalah negara yang berada di peringkat
terbawah dalam kemampuan berbahasa Inggris di Eropa. "Bahasa Inggris
penting untuk inovasi dan daya saing," kata Michael Lu, Wakil Presiden
Senior EF Education First. "Penilaian EF ini seyogyanya menjadi acuan
bagi negara-negara yang tertinggal dari negara tetangganya. Karena
laporan saat ini menunjukkan bahwa bahasa Inggris yang rendah terkait
dengan kurangnya perdagangan, kurangnya inovasi, dan pendapatan yang
lebih rendah."
Setidaknya, kemampuan berbahasa Inggris yang baik
membantu membuka akses dan kesempatan untuk berkomunikasi dan
memuluskan kerja sama perdagangan dan kerja sama lintas bangsa.
dikutip dari : http://www.tempo.co/read/news/2012/12/03/140445609/Kemampuan-Bahasa-Inggris-Berhubungan-Dengan-Daya-Saing-Sebuah-Negara